Enter your keyword

Webinar SAPPK 2022 #5 Sustainable Development in Built Environment: Babak Baru Desentralisasi Fiskal dan Otonomi Indonesia

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin

Pada hari Kamis, 25 Agustus 2022, pukul 09.00-12.00 telah diselenggarakan Webinar SAPPK #5 Sustainable Development in Built Environment dengan tema khusus dari Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan (P2PK) yakni ‘Realita Baru dalam Teknologi Bangunan: Energi Terbarukan dan Metaverse’. Webinar tersebut terdiri dari serangkaian materi paparan yang kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab setelah narasumber presentasi. Seperti seri webinar sebelumnya, webinar kali ini juga dilakukan dalam format hybrid dengan bertempat di Ruang Seminar Labtek IXA SAPPK ITB. Webinar diikuti oleh kurang lebih 116 peserta, antara lain peserta dari pihak internal dosen SAPPK ITB, mahasiswa S1-S3 dari dalam dan luar ITB, serta stakeholders luar seperti perwakilan pemerintah seperti Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian PUPR, BPK Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau, Ombudsman RI, hingga perwakilan swasta seperti PT Bayan Resources Tbk., masih banyak lagi.

Webinar dibuka dengan sambutan Dekan SAPPK yang diwakilkan oleh Ibu Dr. Eng. Puspita Dirgahayani, S.T, M.Eng yang juga sekaligus mengenalkan KK P2PK. Adapun paparan dan diskusi kemudian dibuka oleh moderator, yakni Bapak Adenantera Dwicaksono, S.T., M.Ds., Ph.D. Terdapat 4 narasumber yang berpartisipasi pada webinar ini. Paparan pertama berjudul ‘Reformasi Transfer Fiskal Pada Babak Baru Desentralisasi’ yang disampaikan oleh Bapak Dr. Mahartha Titi, Ak,CA, (Asean) CPA dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. Penjelasan beliau dibuka dengan tantangan desentralisasi fiskal yaitu belum meratanya layanan publik antar daerah yang dilihat dari angka IPM, akses air minum layak, dan APM SMP/SMA. Paparan pertama ini dututup dengan penjelasan tentang pembentukan dana abadi daerah yang merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah perkotaan melalui kemanfaatan dan keberlanjutan lintas generasi.

Materi kedua disampaikan oleh Bapak Ir. Andi Oetomo, M.PL Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan (P2PK) – SAPPK ITB dengan judul ‘Implikasi UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) bagi Pengelolaan Pelayanan Publik Daerah’. Pada paparan tersebut, beliau menjelaskan mengenai tujuan, ruang lingkup, arah baru desentralisasi fiskal, pilar-pilar hingga pemutakhiran melalui UU HKPD ini. Adapun hal yang baru di UU HKPD ini adalah PBJT (Pajak Barang dan Jasa Tertentu) yang merupakan nomenklatur pajak baru. Terakhir, beliau menjelaskan implikasi UU HKPD kepada pelayanan publik di daerah diantaranya 1) UU HKPD belum menawarkan perubahan yang siginifikan dari pendahulunya yaitu UU 28/2009 dan UU 33/2004; 2) pendekatan alamsentris sangat kental dalam skema dana bagi hasil, maka hal ini bisa mendorong daerah untuk bertindak eksploratif tanpa berpikir untuk beralih ke sektor lain; 3) pelaksanaan kekuasaan administrasi dan politik dalam rangka penyediaan layanan publik didukung dengan pemberian bantuan keuangan kepada pemerintah daerah; 4) dengan sistem keuangan di daerah yang menggunakan sistem melting pot, maka alokasinya untuk menjamin pembiayaan pelayanan publik sektor darimana asal pendapatan diperoleh menjadi tidak terjamin; 5) dari contoh penelitian yang dilakukan di KK P2PK, dapat diperkirakan dengan penggabungan beberapa pajak konsumsi ke dalam PBJT, maka akan semakin sulit usaha untuk mengatur earmarking anggaran dalam rangka peningkatan mutu pelayanan publik di daerah.

Materi ketiga adalah ‘Penataan Daerah Pasca UU HKPD dan UU OTSUS’ oleh Bapak Kuswanto, Ph.D dari Direktorat Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan DPOD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri. Dalam penjelasannya, beliau menjelaskan mengenai otonomi daerah, kondisi existing penataan daerah, kebijakan penataan daerah setelah UU HKPD, serta mekanisme penataan daerah. Adapun kebijakan pemerintah daerah terkait usulan pembentukan daerah masih ‘moratorium/penundaan sementara’ di seluruh daerah kecuali Papua dengan beberapa pertimbangan yang salah satunya adalah rekomendasi hasil sidang DPOP (10 Mar 2016). Bapak Kuswanto juga menjelaskan tentang pemekaran di Papua pasca revisi UU tentang Otonomi Khusus Papua, hingga ditutup dengan persyaratan dasar kapasitas daerah.

Terakhir, materi disampaikan oleh Bapak Dr. Drs. Suhirman, SH., M.T. Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan (P2PK) – SAPPK ITB dengan judul paparan ‘Refleksi (Teoritirs) atas Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua’. Paparan beliau diawali dengan kutipan ‘Desentralisasi fiskal dapat dilihat sebagai proses tawar menawar politik -antara pusat dan daerah- (J.P Gordin, 2011). Pak Suhirman juga menjelaskan mengenai skema dana Otsus (sebelum dan setelah perubahan kedua UU Otsus), penerimaan dan penggunaan dalam rangka Otsus, pergeseran desentralisasi fiskal dalam otonomi khusus Provinsi Papua beserta faktor-faktor, risiko, hingga rekomendasinya. Adapun salah satu rekomendasi yang diberikan adalah Ruang komunikasi pusat – daerah terus dibuka, termasuk komunikasi dengan organisasi non-pemerintah untuk menggali karakteristik dan inisiatif lokal.

Webinar selanjutnya akan diisi oleh Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota (PPK) yang dilaksanakan pada tanggal 29 September 2022. Sampai berjumpa!

Berikut Dokumentasinya :

Live YouTube :

Home
Jadwal dan Acara Tautan Penting Informasi Publik