Enter your keyword

Webinar SAPPK 2022 #3 Sustainable Development in Built Environment: PPP-PFI Institutional Arrangements and Constraint

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin

Pada hari Kamis, 9 Juni 2022, pukul 09.00-12.30 telah diselenggarakan Webinar SAPPK #3 Sustainable Development in Built Environment dengan tema khusus dari Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota (SIWK) yakni ‘PPP-PFI Institutional Arrangements and Constraint’. Webinar kali ini merupakan Seminar Bersama Kuartalan ke-2 antara Institut Teknologi Bandung (ITB) – Universiti Teknologi MARA (UiTM) – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), serta merupakan Seri Webinar SAPPK yang ke-3.

Webinar ini terdiri dari serangkaian materi paparan yang masing-masing langsung dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Webinar diikuti oleh sekitar 104 peserta, antara lain peserta dari pihak internal dosen SAPPK ITB, mahasiswa dari dalam dan luar negeri, stakeholders luar seperti PPSDM Kemendagri Regional Yogyakarta, BP KPBPB Kota Tanjungpinang, Public Private Partnership Unit (Prime Minister’s Department of Malaysia), dan masih banyak instansi lainnya.

Sambutan pembukaan webinar sekaligus perkenalan KK SIWK disampaikan oleh Bapak Dr. Miming Miharja, S.T, M.Sc.Eng., dilanjutkan dengan sambutan oleh Dekan SAPPK, Ibu Dr. Sri Maryati. Adapun paparan dan diskusi kemudian dibuka oleh moderator, yakni Bapak Prof. Dr. Eng. Pradono dan Ibu Dr. I Gusti Ayu Andani. Terdapat 5 narasumber yang berpartisipasi pada webinar ini. Paparan pertama berjudul ‘Current Issues of PPP in Indonesia’ yang disampaikan oleh Bapak Dr. Ir. Binsar H. P. Naipospos, MT. Penjelasan beliau menunjukkan bahwa Skema PPP (Public-Private-Partnership) bukanlah konsep baru di Indonesia yang telah disosialisasikan dan diorganisir melalui Keputusan Presiden sejak tahun 2005 tetapi KePres tersebut masih dipertimbangkan untuk diadopsi secara hati-hati oleh sektor swasta secara bertahap hingga saat ini. Skema PPP di Indonesia pada awalnya hanya diadopsi untuk jenis infrastruktur tertentu seperti jalan tol, air bersih, persampahan, dan terus diadopsi oleh bandara. Skema PPP yang potensial masih diminati untuk sektor perumahan, rumah sakit umum, penerangan jalan, MRT, LRT, dll. Skema PPP masih menjadi program alternatif unggulan Indonesia sejauh ini untuk memenuhi kemacetan stok infrastruktur. Terakhir, Pak Binsar menjelaskan bahwa ada beberapa kunci sukses dalam skema PPP ini yaitu komunikasi profesional terus menerus dibutuhkan di antara masing-masing ‘tim publik’ dan ‘tim swasta’ untuk membuat proyek PPP ditutup secara finansial untuk dilaksanakan.

Materi kedua adalah ‘Infrastructure Provision in Residential Areas: Implication for PPP Policy’ oleh Ibu Dr. Sri Maryati, ST., MIP. Beliau menjelaskan mengenai skala kecil dari PPP dimana pada kawasan permukiman, PPP menjadi alternatif untuk menyediakan infrastrukturnya. Begitu pun dengan proyek permukiman skala besar, skema PPP ini dapat digunakan dengan bekerja sama antara developer dan pemerintah. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah peraturan termasuk sanksi, regulasi, dan yang terpenting adalah ketersediaan lahan. Tata kelola dan pengelolaan lahan diperlukan untuk mencegah spekulasi lahan dan harga lahan yang tinggi hingga menjadi salah satu risiko dari skema PPP di Indonesia. Selain itu, mekanisme pengawasan sangatlah dibutuhkan untuk mengontrol implementasi serta sanksi atas pelanggaran peraturan tersebut. Oleh karena itu, pemerintah harus menetapkan standar dan pedoman yang lebih rinci dalam penyediaan infrastruktur di kawasan permukiman.

Materi ketiga disampaikan oleh Bapak Prof. Khairuddin A. Rashid dari Universiti Teknologi MARA (UiTM), dengan judul ‘Modalities of the Malaysian PPP’. Penjelasan beliau menunjukkan bahwa BLMT (Build, Lease, Maintain and Transfer) adalah metode yang paling dominan digunakan di Malaysia, diikuti dengan Management Contract dan BOT. Kemudian, Kementerian Pendidikan Tinggi (KPT) adalah pelaksana terbaik diikuti oleh Kementerian Kerja Raya (KKR), Kementerian Kesehatan Masyarakat (KKM), dan Ministry of Transport (MOT). Sektor pendidikan (pendidikan tertinggi) adalah penerima manfaat terbesar diikuti oleh Givernment Administration dan Konektivitas (jalan raya).

Materi keempat adalah ‘Complete or Incomplete?: Looking at Malaysia’s Private Finance Initiative Contracts’ oleh Ibu Dr. Nur Syaimasyaza Mansor dari Universiti Sains Malaysia (USM). Dalam konklusinya, beliau menjelaskan bahwa Kontrak PFI (Private Finance Initiative) di Malaysia tidak lengkap dan terdapat penyebab sulit yang berkontribusi pada ketidaklengkapan dan juga ada implikasi positif dan negatif terhadap keberhasilan proyek. Oleh karena itu, penting bagi para pihak dalam kontrak untuk memiliki pemahaman yang baik tentang ketidaklengkapan dan bagaimana hal itu mempengaruhi proyek sehingga mereka dapat merancang dan menerapkan strategi yang fokus dan sesuai untuk meningkatkan implikasi positif atau untuk meminimalkan atau menghilangkan implikasi negatif dari kontrak yang tidak lengkap.

Materi terakhir disampaikan oleh Ibu Dr. Farida Rahmawati dengan judul ‘An Overview to PPP in Public Housing Sector in Indonesia’. Pada paparan tersebut, beliau menjelaskan mengenai fenomena urbanisasi dan pertumbuhan penduduk yang membuat masyarakat berpenghasilan rendah pindah ke perkotaan dan membutuhkan rumah murah sehingga menyebabkan munculnya issue kurangnya penyediaan rumah murah. Kemudian beliau menjelaskan mengapa perumahan rakyat bisa menerapkan skema PPP? Dalam skema konvensional, beberapa risiko ditanggung pemerintah seperti risiko desain, biaya operasi, risiko eskalasi, penyediaan lahan, risiko eskalasi biaya konstruksi, biaya pembiayaan, dan biaya konstruksi. Dalam PPP, beberapa risiko dialokasikan ke sektor swasta (seperti risiko pembiayaan, risiko peningkatan biaya operasi, risiko peningkatan biaya konstruksi, risiko konstruksi, dan risiko desain) dan yang lainnya dialokasikan kepada pemerintah (risiko penetapan harga tarif, risiko hukum & hukum, risiko penyediaan lahan, dan risiko politik). Inilah bagaimana skema PPP pada sektor perumahan mungkin untuk dilaksanakan. Sebagai kesimpulan, Ibu Farida menyampaikan bahwa karena keterjangkauan yang terbatas, intervensi pemerintah masih diperlukan. Harus ada lebih banyak skema yang disimulasikan untuk mencapai implementasi terbaik dari PPP sektor perumahan rakyat.

Webinar selanjutnya akan diisi oleh Kelompok Keahlian Teknologi Bangunan (TB) yang dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 2022. Sampai berjumpa!

Berikut Dokumentasinya:

Live Streaming:

Home
Jadwal dan Acara Tautan Penting Informasi Publik