Pada Kamis, 4 November 2021, pukul 08.00-11.00 telah diselenggarakan Webinar SAPPK#5 Sustainable Development in Built Environment dengan tema khusus dari Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan (P2PK), yakni ‘Tata Kelola Kebencanaan dan Pembangunan Berkelanjutan di Metropolitan DKI Jakarta’. Webinar tersebut terdiri dari serangkaian materi paparan yang kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Webinar diikuti oleh sekitar 140 peserta, antara lain peserta dari pihak internal dosen SAPPK ITB, mahasiswa, dan juga pihak luar, yakni dari stakeholder perwakilan dari pemerintah.
Sambutan webinar disampaikan oleh Ibu Dekan SAPPK, Ibu Dr. Sri Maryati. Adapun paparan dan diskusi kemudian dibuka oleh moderator, yakni Prof. B. Kombaitan yang juga merupakan Ketua Kelompok Keahlian P2PK. Paparan pertama berjudul ‘Strengthening the Disaster Resilience of Jakarta City: A Policy Note’ yang disampaikan oleh Bapak Dr. Nasruddin Djoko Surjono, Kepala Bappeda DKI Jakarta. Beliau menjelaskan sejarah banjir di DKI Jakarta dari tahun 2002-2021. Beliau menjelaskan upaya dan kebijakan apa saja yang telah DKI Jakarta lakukan untuk mengurangi risiko dari bencana banjir. Berdasarkan penjelasan beliau, dapat diketahui bahwa penting untuk memperhatikan kapasitas penampung dan mengeveluasi waktu surut air untuk kemudian menjadi acuan untuk merencanakan dan membangun sarana dan prasarana pengendali banjir.
Materi kedua adalah ‘What are the Essential for Community Resilience against Recurring Urban Floods? A case of Ciliwung River Basin’ oleh Ibu Harkunti P. Rahayu, Ph.D. Beliau menjelaskan hasil kajian yang beliau laksanakan. Berdasakan kajian beliau, dapat diketahui bahwa isu fluvial flood kurang diperhatikan oleh Pemerintah dan risiko banjir diperburuk oleh kondisi penggunaan lahan di Jakarta. Selain itu banjir juga dipicu oleh land subsidence dan slum area di sekitaran sungai. Lebih lanjut, berdasarkan penjelasan beliau, Pemerintah baru membantu untuk lingkup ‘memantau tinggi muka air’ saja, namun hal tersebut belum cukup. Pemerintah perlu melakukan pemantauan terhadap tinggi muka air fluvial di kawasan hunian yang padat.
Materi selanjutnya adalah ‘Homework for DKI Jakarta in Urban Disaster Mitigation after Not Becoming the National Capital’ oleh Bapak Andi Oetomo, M.PI. Pada paparan tersebut, beliau menjelaskan ancaman hazards yang akan masih tertinggal bagi DKI Jakarta dan masih akan mengancam di kemudian hari. Oleh karena itu, Pemerintah perlu memperkuat lembaga yang fokus berfungsi dalam mitigasi bencana seperti BPBD, dan DSDA DKI Jakarta atau bahkan DinKes yang lebih pro-aktif bergerak jemput bola melakukan penurunan risiko sebelum suatu bencana terjadi. Selain itu, Pemerintaj juga perlu melakukan penurunan kerentanan fisik kawasan-kawasan kumuh padat kumuh miskin melalu urban redevelopment yang berbasis mitigasi bencana, sehingga tidak terjadi lagi kesulitan aksesibilitas untuk memberikan pertolongan dan berkurangnya bencana merembet dari satu bangunan ke bangunan lainnya dengan cepat.
Materi terakhir disampaikan oleh Bapak Adenantera Dwicaksono, Ph.D. dengan judul ‘Economic Impacts of Disaster in Java Region: A Panel Data Study’. Berdasarkan penjelasan hasil kajian beliau, dapat diketahui bahwa tidak ada dampak yang bisa diobservasi dari bencana pada total PDRB. Selanjutnya, bencana skala besar, yakni bencana geologi memiliki risiko dampak terhadap PDRB yang lebih lama di sektor industri, pertanian, dan perdagangan.
Berdasarkan keseluruhan paparan dan sesi tanya jawab, dapat diketahui bahwa tata kelola penanganan risiko bencana di Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk dikembangkan. Pemerintah juga harus lebih memperhatikan konteks ‘komunitas’ atau masyarakat dalam merumuskan solusi bencana, contohnya untuk merumskan kebijakan pada bencana banjir yang kompleks, perlu memperhatikan latar belakang, kondisi, dan kendala yang dimiliki masyarakat sehingga kebijakan yang dirumuskan dapat lebih kontekstual.
Berikut Dokumentasinya:
Berikut Link Videonya di Youtube SAPPK: https://youtu.be/wtmb9mPGnMo