Enter your keyword

Webinar SAPPK 2022 #7 Sustainable Development in Built Environment: Tantangan Kota Sehat di Indonesia

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin

Pada hari Kamis, 3 November 2022, pukul 09.00-11.00 telah diselenggarakan Webinar SAPPK #7 Sustainable Development in Built Environment dengan tema khusus dari Kelompok Keahlian Sejarah, Teori, dan Kritik Arsitektur (STKA) yakni ‘Lessons Learned dari Warisan Arsitektur Hindia Belanda’. Webinar tersebut terdiri dari serangkaian materi paparan yang kemudian dilanjutkan dengan sesi tanggapan dari para penanggap lalu sesi tanya jawab dengan peserta Webinar. Seperti seri webinar sebelumnya, webinar kali ini juga dilakukan dalam format hybrid dengan bertempat di Ruang Seminar Labtek IXA SAPPK ITB. Webinar diikuti oleh kurang lebih 55 peserta, antara lain peserta dari pihak internal dosen SAPPK ITB, mahasiswa S1-S3 dari dalam dan luar ITB, serta stakeholders luar seperti perwakilan pemerintah seperti Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kab. Subang hingga perwakilan swasta seperti PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk., Bandung Heritage dan masih banyak lagi.

Webinar dibuka dengan sambutan sekaligus pengenalan KK STKA, Ibu Prof. Dr.-Ing. Ir. Himasari Hanan, MAE., dan dilanjutkan dengan sambutan dari Dekan SAPPK ITB, Ibu Dr. Sri Maryati, ST., MIP. Adapun paparan dan diskusi kemudian dibuka oleh moderator, yakni Bapak Prof. Ir. Iwan Sudradjat, MSA, Ph.D. Terdapat 3 narasumber yang berpartisipasi pada webinar ini. Paparan pertama berjudul ‘Ruang Jalan Sekitar Gedung Sate’ yang disampaikan oleh Ibu Prof. Dr.-Ing. Ir. Himasari Hanan, MAE. Dari KK STKA. Penjelasan beliau diawali dengan konsep Garden City oleh Ebenezer Howard (1898) yang merupakan reaksi terhadap kota yang tercemar polusi dan kepadatan industri. Konsep ini masuk ke Bandung yang awalnya hanya terbatas untuk kawasan elite untuk orang Eropa. Kemudian konsep ini dianggap dapat mengakomodasi kondisi lokal dari Kota Bandung. Ruang jalan di Kawasan Gedung Sate pada hakikatnya menciptakan pengalaman dan memori ruang, terpadu dengan tata bangunan dan tata hijau, serta memberikan kenyamanan termal dan keindahan visual. Dijelaskan pula terkait analisis ruang jalan diantaranya Jalan Diponegoro, Jl. Citarum, Jl. Ciliwung, Jl. Cimalaya, Jl. Cimandiri, Jl. Cisangkuy, Jl. Cibeunying Selatan dan Utara, Jl. Cilaki, Jl. Cimanuk, hingga Jl. Bengawan. Adapun lessons learned dari analisis ini adalah pengalaman ruang jalan dibentuk dari jalinan tata hijau dan tata bangunan; perpaduan pola jalan geometris dan organik yang memberikan dinamika runag kota; hingga taman kota yang merupakan elemen pembentuk ruang jalan yang efektif.

Materi kedua disampaikan oleh Bapak Dr. Eng. Bambang Setia Budi, S.T., M.T. dari KK STKA dengan judul ‘Karya Arsitektur Charles Prosper Wolff Schoemaker di Bandung’. Pada paparan tersebut, pertama-tama beliau menjelaskan mengenai riwayat singkat dari Wolff Schoemaker. Pada awalnya, Wolff Schoemaker banyak berkarir dengan membantu adiknya di Bandung. Tahun 1920, Wolff Schoemaker untuk pertama kalinya menjadi arsitek utama atau tanpa campur tangan adiknya. Saat itu ia mendapat project Jaarbeurs (sekarang Gedung Kologdam/Makodiklat). Karena pergaulan Wolff Schoemaker yang bagus, Ia dipercaya untuk menjadi arsitek lagi pada banyak bangunan berikutnya. Banyak karya bangunan publik, menandai Wolff Schoemaker sebagai arsitek yang berpengaruh dan terkemuka pada komunitas dan pemerintah kolonial di masanya. Wolff Schoemaker memandang arsitektur nusantara sebagai bersifat elementer, karyanya cenderung berkarakter eklektik dan hybrid. Kecenderungan berubah-ubah, tidak ada gaya/style khusus yang dipegang teguh, menyukai Candi, dsb. Karya Wolff Schoemaker memiliki kecenderungan pada bentuk yang hampir selalu simetris kecuali pada bangunan gereja-gereja dan beberapa rumah tinggal kecil. Pada akhir paparannya, Bapak Bambang menyebutkan bahwa Wolff Schoemaker memiliki self confidence yang tinggi, ceplas-ceplos, dan agak terlalu berani.

Materi terakhir adalah ‘Arsitektur dan Komodifikasi’ oleh Ibu Dr. Ir. Christina Gantini, M.T. dari KK STKA. Dalam penjelasannya, beliau menjelaskan mengenai bagaimana rumah Hindia Belanda terkomodifikasi dan itu memiliki relasi yang erat dengan gaya hidup masa kini terutama anak-anak milenial. Adapun hal yang di studi adalah perubahan fungsi bangunan, perubahan tampilan bangunan, serta perubahan luasan pada tapak. Terdapat lokasi studi di Kawasan Citarum Bandung (8 koridor jalan) dan Kawasan Ijen Malang (5 koridor jalan) pada tahun 2017. Hasil studi menunjukkan terdapat 15 bangunan yang mengalami perubahan fungsi bangunan di Bandung (2017), serta 14 bangunan yang mengalami perubahan fungsi bangunan di Malang (2018). Hasil studi menunjukkan fungsi bangunan rumah tinggal di lokasi studi terbagi atas kegiatan 1) rumah tinggal, 2) campuran, dan 3) komersial. Untuk perbahan tampilan bangunan, hasil studi menunjukkan rata-rata perubahan yang terjadi pada kedua lokasi studi sama-sama hampir mendekati 60%. Untuk perubahan luasan pada tapak, temuannya adalah, kedua lokasi studi rata-rata hampir sekitar 60% terjadinya perubahan dalam bentuk building coverage. Perubahan-perubahan ini berdampak baik negatif maupun positif pada kawasan tersebut. Di akhir paparan, Bu Christina menjelaskan terkait relasi komodifikasi dan place yaitu hubungan yang lebih bersifat kognitif dan fisik daripada emosional.

Webinar dilanjutkan dengan sesi dari penanggap oleh Bapak Aji Bimarsono, S.T., M.Sc. dari Bandung Heritage. Beliau menyampaikan bahwa kita belajar bahwa perancangan dan perencaan perkotaan di Hindia Belanda khususnya di Bandung ternyata dilakukan dengan pemikiran-pemikiran yang cukup mendalam diterapkan dengan upaya untuk memahami lokalitas (alam dan budaya). Dari ketiga pemaparan narasumber tadi, dapat diambil pelajaran untuk kita bagaimana dalam menjaga warisan budaya supaya kita bisa terus belajar kedepannya, kita perlu instrumen-instrumen pengaturan, pengendalian, dan perencanaan yang lebih baik supaya warisan budaya ini tidak rusak dan punah sehingga akan terus menjadi pembelajaran bagi kita semua. Setelah sesi dari penanggap ini, webinar dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Webinar selanjutnya akan diisi oleh Kelompok Keahlian Perencanaan Wilayah dan Perdesaan (PWD) yang dilaksanakan pada tanggal 17 November 2022. Sampai berjumpa!

Berikut dokumentasi Webinar SAPPK 2022 #7

Home
Jadwal dan Acara Tautan Penting Informasi Publik