Enter your keyword

Summer Camp 2017 : Off Grid Sustainable Strategy for Rural Built Environment

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin

Oleh : Admin

Judul : Membangun dengan Konsep Keberlanjutan di Kawasan Konservasi.
Dusun Cisoka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
Tanggal Kegiatan : 2-13 Agustus 2017
Koordinator Program: Permana, ST., MT.

Pengantar Teoretis

Kebutuhan akan penggunaan teknologi dan energi terbarukan telah meningkat karena tingginya tingkat konsumsi energi yang berpotensi membahayakan bumi. Menurut Vattenfall (2009), sekitar 7,9% emisi gas rumah kaca yang ada dihasilkan dari bangunan residensial dan komersial. Dalam hal ini, arsitek memainkan peran penting untuk memastikan keberlanjutan energi di masa depan, terutama dengan menerapkan desain berkelanjutan, peralatan hemat energi dan sistem energi terbarukan.
Energi terbarukan adalah energi alternatif yang dihasilkan oleh sumber daya terbarukan, yang berasal dari proses alami yang terus menerus diisi ulang. Ada lima jenis utama sumber energi terbarukan, tenaga angin, energi matahari, energi panas bumi, biofuel, dan tenaga air.
Dalam konteks daerah pedesaan, jenis sumber energi terbarukan ini dapat diterapkan untuk mewujudkan konsep green village, yang dapat dipahami dengan hidup di lingkungan yang menyenangkan, menjaga identitas (nature and culture heritage), yang dikembangkan secara ekonomi dengan menggunakan sumber daya alam dan pengembangan aset berbasis masyarakat. Sebenarnya, ada empat tujuan untuk mengembangkan desa hijau: (1) mengintegrasikan bangunan dan lingkungan melalui teknologi perancangan, (2) mengenali potensi penggunaan lahan, (3) memastikan bahwa lahan efisien secara fungsional dan menarik secara visual, dan (4) menggunakan energi berkelanjutan sebagai katalisator untuk mengembangkan aspek pendidikan, kesehatan, sanitasi, gizi dan produktivitas masyarakat.
Dalam arsitektur, konsep hijau bisa didekati dari penggunaan bahan bangunan. Jepang adalah negara yang sangat concern dengan masalah ini. Mereka secara dominan menggunakan kayu sebagai bahan bangunan untuk rumah karena tingkat energi yang rendah, sementara arsitek Indonesia mendorong masyarakat untuk menggunakan bambu.
Kayu sebenarnya sudah lama digunakan di Jepang, yang bisa dilihat di rumah tradisionalnya. Perbedaan penggunaan kayu sebagai material antara konstruksi tradisional dan modern ada pada joint system. Konstruksi tradisional menggunakan kayu itu sendiri sebagai sambungan, di mana setiap bagian ujung saling terhubung sementara konstruksi modern menggunakan paku dan pelat logam sebagai joiny system. Selain itu, Indonesia menggunakan bambu sebagai bahan konstruksi tradisional dan modern. Konstruksi tradisional menggunakan tali dari serat sagu sebagai sambungan bambu, sedangkan konstruksi modern menggunakan paku. Ada tiga poin yang harus diperhatikan saat menggunakan bambu: mengenali karakteristik material (bentuk, tipe, diameter, dan panjang), tentukan sistem penghubung, dan sederhanakan desain bangunan.
Dengan pemahaman ini, kami ingin merancang Cisoka sebagai green village dengan menggunakan energi terbarukan dari tenaga air, bio-energi dan energi matahari, serta menggunakan bahan ramah lingkungan berupa bambu untuk konstruksi proyek. Untuk energi, ada tiga jenis yang diaplikasikan di Cisoka: tenaga air, tenaga yang berasal dari energi air terjun atau air mengalir cepat, yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan yang bermanfaat; bio-energi, energi terbarukan yang berasal dari sumber biologis, dan energi matahari, sinar yang bercahaya dan panas dari sinar matahari yang dimanfaatkan menggunakan panel surya.

Deskripsi dan Tujuan

Program ini menawarkan para mahasiswa kesempatan untuk mengalami dan mengeksekusi desain arsitektur yang mampu berkontribusi pada pengembangan infrastruktur lingkungan binaan dengan konsep berkelanjutan di area pedesaan. Pendekatan yang akan dilakukan adalah pendekatan integratif dengan mengkombinasikan ida dan gagasan yang bersumber pada masalah dan potensi desa serta strategi keberlanjutan dengan penggunaan material lokal dan dengan implementasi teknologi yang sesuai.

Strategi ini akan dieksekusi dengan memaksimalkan karakteristik unik dari lanskap desa, material lokal, memahami kebutuhan infrastruktur dasar dalam lingkungan hunian tradisional selama rentang waktu program.

Para peserta Summer Camp mengembangkan purwarupa infrastruktur desa yang akan terdiri dari:

  1. Membangun fasilitas infrastruktur dasar yang penting untuk komunitas lokal:
    1. Sebuah pembangkit listrik pico-hydro yang ditempatkan pada sungai utama yang melintasi Dusun Cisoka.
    2. Sebuah toilet komunitas yang dilengkapi dengan instalasi PV (Photovoltaic) dan unit bio digester, atau implementasi riset pengolahan air limbah lainnya.
  2. Membangun sebuah shelter bersama untuk komunitas / tea-house yang menunjukkan strategi pasif dan berkelanjutan untuk lingkungan binaan pedesaan.

Selain fasilitas fisik, peserta diajarkan untuk menganalisis potensi dan kondisi pedesaan untuk kemudian mengembangkan dan menghasilkan indikasi program-program untuk perencanaan dalam kurun waktu yang lebih panjang.

Program berlangsung selama dua belas hari dimana minggu pertama (2-5 Agustus) diisi dengan kuliah-kuliah dan workshop model dan simulasi, termasuk pembuatan purwarupa dan fabrikasi komponen bertempat di program studi Arsitektur ITB. Minggu kedua (7-13 Agustus) diisi dengan membangun struktur 1:1 dan instalasi infrastruktur dasar yang dibimbing oleh tukang-tukang ahli dan praktisi.

Peserta

Peserta program Summer Camp terdiri dari mahasiswa Arsitektur ITB, Universitas Pendidikan Indonesia, Politeknik Manufaktur Bandung, Shibaura Institute of Technology-Jepang. Peserta program terlibat secara aktif dalam lingkungan belajar intensif yang meliputi kerja kelompok, presentasi, membuat purwarupa, membuat maket dan kuliah-kuliah dari pengajar dan undangan. Kemampuan komputasional yang dikembangkan dalam program ini tidak terbatas pada Rhinoceros, Grasshopper dan tambahannya, tetapi juga desain grafis dan fotografi yang digiatkan selama proses desain dan perencanaan. Program ini disertai dengan publikasi hasil pekerjaan yang sudah dilakukan selama Summer Camp 2017 kepada pemerintah Kabupaten Sumedang, ITB dan partner lainnya.

Instruktur dan Fasilitator

Semua instruktur berasal dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB, didukung oleh tim asisten mahasiswa S2 dan pengajar tamu dari praktisi, dan dosen dari universitas-universitas partner.

Lokasi

Program minggu pertama bertempat di Gedung Arsitektur ITB, Labtek IXB, Jalan Ganesha 10, Bandung, kuliah dan workshop dilakukan di ruang kelas, ruang studio dan galeri. Lahan konstruksi terletak di Desa Cisoka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, letaknya sekitar 60 km di bagian timur Bandung (6o55.41 S and 107o58.22 E,).

Galeri

 

Home
Jadwal dan Acara Tautan Penting Informasi Publik