Pada hari Senin (2 September 2024), Nurrohman Wijaya, Ph.D., menjadi salah satu pembicara untuk memaparkan hasil penelitian yang berjudul “Assesing Ocean Renewable Energy Potential for Blue Economy Development in West Java Province, Indonesia,” dimana pendanaan dari penelitian tersebut didukung sepenuhnya oleh The Asahi Glass Foundation. Presentasi dilakukan pada acara “Grant Ceremony and Seminar on Research Findings 2024” di Multipurpose Hall CRCS Lantai 3 ITB, yang diselenggarakan oleh The Asahi Glass Foundation dan bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) ITB. Anggota tim penelitian tersebut terdiri dari Aisha Hanifa Salsabila, Al-Hilal Firdaus Syahirul Alim, dan Sadiid Arifin.
Tujuan dari penelitian yang dipaparkan oleh Bapak Nurrohman adalah untuk mengeksplorasi potensi energi terbarukan laut dan menilai manfaat energi dan ekonominya di Provinsi Jawa Barat. Analisis dilakukan dalam tiga tahap untuk mengembangkan kerangka kerja berbasis SIG yang dapat direplikasi untuk mengevaluasi potensi ekonomi dan pembangkitan daya dari sumber energi terbarukan laut. Tahap pertama melibatkan pemetaan sumber daya berbasis GIS, di mana data spasial seperti kecepatan angin, kekuatan arus laut, dan rentang pasang surut dikumpulkan dan dianalisis untuk menentukan distribusi sumber daya di wilayah pesisir hingga 12 mil lepas pantai. Tahap kedua memperkirakan pembangkitan daya menggunakan persamaan yang disesuaikan dengan setiap sumber energi laut. Tahap terakhir menilai kelayakan ekonomi menggunakan model analisis biaya manfaat, yang mengubah semua biaya dan manfaat terkait proyek menjadi moneter.
Hasil temuan menunjukkan bahwa potensi arus laut di Indonesia sangat besar, dengan potensi daya yang dihasilkan setiap tahunnya sebesar 30,96 MWh untuk setiap turbin. Namun jika melihat biaya modal dan operasional yang dilakukan di Eropa, biaya tersebut masih cukup mahal. Jika dihitung berdasarkan perhitungan LCOE di Indonesia, bisa mencapai Rp 114.000/kWh. Oleh karena itu, perlu dilakukan pilot project terlebih dahulu untuk melihat kelayakan pengembangan pembangkit energi arus laut tersebut. Sedangkan, luas permukaan daerah pasang surut adalah 22,2 kilometer dari garis pantai terluar ke arah laut lepas, dengan segmentasi sepanjang garis pantai 20 km. Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata energi listrik yang dihasilkan oleh tipe pasang surut pada bulan Februari sebesar 130.653,63 kW, dengan nilai terkecil sebesar 75.924 kW dan nilai terbesar sebesar 187.345 kW pada lokasi tertentu. Berdasarkan energi potensial angin laut, di wilayah pesisir Jawa Barat, kecepatan angin berkisar antara 4 m/s hingga 6,5 m/s, yang lebih rendah dari kecepatan rata-rata yang ditemukan di lautan yang lebih besar, seperti laut Pasifik dan Atlantik Utara (masing-masing 7,67 m/s dan 8,43 m/s). Meskipun demikian, kecepatan angin tersebut cukup untuk menghasilkan energi angin lepas pantai. Ini mampu mewakili sekitar 34% dari 2.273 MW potensi sumber energi laut yang diuraikan dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
Studi ini menyoroti bahwa Jawa Barat memiliki potensi yang luar biasa untuk sumber energi terbarukan laut, termasuk arus laut, energi pasang surut, dan angin lepas pantai. Arus laut menunjukkan potensi yang cukup besar. Namun, biaya listrik standar (LCOE) yang tinggi menunjukkan perlunya proyek percontohan untuk menilai kelayakan. Ketinggian pasang surut yang tidak memadai membatasi potensi energi pasang surut, dan sementara energi angin lepas pantai dapat menghasilkan sekitar 760,7 MWh, tetapi tantangannya adalah kelayakan finansial LCOE yang tinggi sebesar Rp 61.422/kWh, jauh lebih tinggi dari harga listrik saat ini di Indonesia. Meskipun potensi sumber dayanya jelas, mencapai kelayakan ekonomi untuk sumber energi terbarukan laut ini di Jawa Barat dan Indonesia akan membutuhkan kemauan politik, investasi yang besar, kemajuan teknologi, dan subsidi pemerintah.
Dokumentasi: