Pada tanggal 16 Juli 2020, telah berlangsung Seminar Online SAPPK dari pukul 09:00 hingga 11:20 WIB dengan tema “Pandemic in Planning: Konsep dan Implikasi pada Perencanaan Wilayah dan Perdesaan di Indonesia”. Acara ini dilakukan secara daring melalui zoom yang dihadiri 202 peserta dan disiarkan secara langsung melalui platform youtube dengan 191 viewer. Pada acara yang dimoderatori oleh Prof. Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, Ph.D ini, terdapat 4 pembicara, yaitu dr. Achmad Yurianto (Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia) serta 3 pembicara dari KK PWD, yaitu Ir. Teti Armiati Argo, MES., Ph.D, Saut Sagala, Ph.D, Dr. Fikri Zul Fahmi, ST,M.Sc.
Secara umum narasumber pertama menjelaskan beberapa poin sebagai berikut.
1. Perencanaan Pandemik
- Menitikberatkan pada intervensi non farmasi untuk mengurangi terjadinya pandemik, berupa penerapan protokol kesehatan, isolasi/ karantina, timing (waktu pelaksanaan),
- Persiapan fasilitas kesehatan,
- Pertimbangan risiko khususnya risiko kesehatan yang mengakibatkan ketakutan publik dan adanya metafora bahwa kita sedang bertempur,
- Komunikasi di media massa sangat penting karena akan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan : bullying, mayat diambil paksa, dsb.
2. Tujuan akhir dari Perencanaan Pandemik/ End Game:
- Memperlandai kurva infeksi tujuan akhir: meminimalkan kegiatan (karantina)
3. Implikasi terhadap kondisi permukiman dan produk rencana masa lampau:
- Implikasi psikososial (pergerakan, jaga jarak dan ruang terbuka/konsep hijau agar mereka bisa bertahan dengan beban psikologi yang ada agak bisa diterima)
4. Pandemi sebagai sebuah bencana. Ada 2 jenis orientasi dalam mengamati pandemik sebagai bencana :
- Berorientasi pada “pengaturan” dasar pemikiran dari Sendai Framework of Action 2015-2030
- Berorientasi pada “kesiapsiagaan” pandemi dihubungkan jenis penyakit lain atau penyebaran penyakit pada hewan lain; pandemi bisa berkaitan dengan kesulitan hidup (pemenuhan kebutuhan dasar)
5. Hubungan Pandemi dengan Perencanaan
- Memfasilitasi perilaku masyarakat perduli,
- Memanfaatkan alat baru untuk fasilitas publik yang mengurangi penyebaran virus,
- Memperdalam pemahaman tentang penularan penyakit – misalnya pembangunan yang memperhatikan arah angin.
6. Implikasi pandemi dalam Perencanaan Perencanaan yang lebih empati pada implikasi sosial ekonomi masyarakat – yang terkena PHK, life cycle kerja profesional, relasi produksi-konsumsi.
7. Pandemi/Epidemi dapat diintervensi oleh pemerintah pusat dan provinsi, namun keberhasilannya sangat bergantung pada kemampuan penanganan di skala lokal atau komunitas.
Adapun poin-point penting pemaparan dari Bapak Saut Sagala sebagai berikut.
- Dalam konteks kesehatan masyarakat, faktor ketersediaan fasilitas menjadi hal kunci. Kita melihat beberapa lokasi memiliki kekurangan tempat dan menyebabkan semakin sulit untuk mengatasi persebaran tersebut. Hal yang dilakukan masyarakat di Banjarnegara menjadi contoh upaya komunitas dalam menyediakan fasilitas kesehatan yaitu dengan mengubah lapangan menjadi ruang isolasi
- Dari penelitian-penelitian sebelumnya, dampak covid-19 lebih rentan pada kelompok lanjut usia, tapi dari data 9 Juni justru 30% penduduk usia 31-45 tahun yang terinfeksi
- Dampak ekonomi : PHK, kesulitan pemasaran hasil pertanian. Maraknya terjadi pencurian menjadi persoalan akibat dampak ekonomi
- Dampak sosial lingkungan stigma negatif pada penderita covid-19, sehingga yang mungkin terkena takut melaporkan dan yang tidak terkena memiliki stigma negatif terhadap orang yang berpotensi kena
- Perubahan pola transportasi pergerakan ke tempat umum (padar, taman, tempat kerja) cenderung menurun, namun intensitas pergerakan di dalam permukiman meningkat,
- Dampak Fisik Lingkungan masyarakt menutup jalan untuk menghindari pergerakan orang luar ke dalam permukiman; kualitas udara membaik.
Poin-poin pembahasan dari Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebagai berikut.
- Faktor pembawa covid-19 adalah manusia dari mobilitas/ pergerakan manusia. Oleh karena itu pemerintah menerapkan kebijakan PSBB untuk meredam pergerakan manusia.
- Pemerintah tidak hanya menghitung orang yang positif, tapi juga melakukan tracing terhadap kontak-kontak dekat pasien positif. Dari hasil tracing, penularan banyak terjadi di penularan terbanyak ada di kantoran (karena banyak menggunakan AC) dan udara hanya berputar disitu terus. Ketika dikurangi 50% densitas kantornya kalau sirkulasi udaranya tertutup tetap bisa menyebabkan penularan. Kemudian di lift, toilet, rumah makan, transportasi umum.
- Semua provinsi terdampak, tapi tidak semua provinsi memiliki gambaran yang sama karena faktor pergerakannya tidak sama. Selain itu juga karena Indonesia bukan hamparan di satu daratan seperti Amerika atau hamparan kecil seperti Singapura. Indonesia memiliki barrier pergerakan yang cukup banyak seperti kontur dan laut.
- Kelompok yang paling banyak terinfeksi adalah yang memiliki intensitas aktivitas sosial tinggi, yaitu usia 18 -60 tahun. Tapi kasus kematian di dominasi oleh kelompok usia 46-60 tahun. Jadi risiko terinfeksi sama, tapi risiko kematiannya berbeda. Nantinya perlu diatur dalam kebijakan apakah usia yang memiliki risiko kematian tinggi perlu bekerja dari rumah atau lebih dibatasi untuk berkegiatan di luar rumah
- Dampak covid terhadap pembangunan:
– Realokasi dana untuk penanganan covid-19
– Kemunduran pembangunan
– Penurunan kinerja pembangunan. Sehingga dibutuhkan strategi lintas sektor. Misalnya akses konsultasi kesehatan bisa melalui daring; ketersediaan dokter pada komunitas bukan pada kelompok masyarakat skala besar.
Beberapa point penting dari paparan Dr. Fikri Zul Fahmi, ST., M.Sc. adalah sebagai berikut.
- Sektor pertanian juga terdampak pandemi COVID-19, walaupun tidak sebesar pada sektor lain. Tapi hal yang terdisrupsi pada sektor pertanian bukan budidaya pertanian tapi pada sistem distribusi dan pendukung
- Konsep yang lebih tepat dalam memahami dampak covd-19 pada perekonomian perdesaan adalah konsep resiliensi. Pada konteks ini, resiliensi tidak hanya menekankan pada pulih ke kondisi semula tapi pulih menjadi lebih baik (growth path baru), sehingga masyarakat mampu menyerap dampak kemudian beradaptasi . Dalam pandemi ini mitigasi dan adaptasi harus berjalan secara bersamaan karena perubahan dinamis akan selalu terjadi.
- Pada kondisi ini tidak cukup dengan adaptive resilience tapi perlu creative resilience yang lebih memperhatikan kreasi pengetahuan, kewirausahaan dan semangat komunitas/koletif.
- Agenda Riset dan Pengembangan Kebijakan:
o Pentingnya memahami secara mendalam:
– Sejauh mana respon dan adaptasi inovatif pada masyarakat yang membantu pemulihan (recovery)?
– Faktor-faktor apa yang mendorong keberhasilan tersebut – creative resilience?
– Bagaimana teknologi digital dapat mendorong creative resilience?
– Bagaimana keberhasilan dapat direplikasi pada konteks wilayah dan sektor lain; bagaimana creative resilience dapat didorong?
o Long-term, recovery plan: revisiting regional and rural development policies?
– Peran apa untuk pemerintah? Universitas? NGO? Komunitas?
– Kolaborasi?
– Ke depannya perlu dipahami secara mendalam sejauh mana respons and recovery perlu dilakukan sehingga tidak bisa dilihat just in time /jangka pendek tapi juga jangka panjang. Sehingga perlu meninjau kembali perencanaan saat ini apakah masih relevan atau tidak.
Pada akhir acara, moderator acara, Prof. Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, Ph.D menyampaikan beberapa simpulan sebagai berikut.
- Pandemic in Planning ini dapat menjadi pembaharuan dalam PWK untuk lebih mengacu pada pendekatan yang adaptif dalam global pandemi,
- Sumber penularan skala besar terjadi di perkotaan namun juga berdampak pada wilayah perdesaan, sehingga perlu pendekatan yang lebih sensitif pada uncertainty dalam perencanaan dalam menghadapi perubahan global
- Perlu pendekatan creative resilience melalui creative strategies & digitalization
- Hasil dari webinar ini akan memperkaya agenda riset KK PWD ke depan
——-Sampai jumpa di Webinar SAPPK sesi selanjutnya!———–