Pada hari Jum’at hingga Minggu (2-4 Mei 2025), PT Telekomunikasi Selular menyelenggarakan program “Corporate Social Responsibility” di bidang kebencanaan yang bernama TERRA (Telkomsel Emergency Response and Recovery Activity). Pada program tersebut, terdapat workshop Gladian Panji Relawan TERRA yang merupakan inisiatif Telkomsel membentuk kepedulian masyarakat, khususnya pemuda dan mahasiswa sebagai agen perubahan, serta meningkatkan kesadaran dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana. Pelatihan ini melibatkan para narasumber dari berbagai profesi dan praktisi di bidang kebencanaan, yaitu BPBD, Basarnas, Wanadri, fotografer jurnalistik, psikolog, dokter, penggiat pecinta alam, dan akademisi. Beberapa materi yang disampaikan di antaranya “disaster management,” “basic disaster life support,” psikososial fundamental, jurnalistik kebencanaan, mitigasi bencana dan “environmental action.” Selain itu, pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan dasar dan simulasi kesiapsiagaan bencana, seperti teknik evakuasi, pertolongan pertama, dan penyelamatan. Kegiatan yang berlangsung di Camp Ground Taman Wisata Alam Wira Garden, Kota Bandar Lampung, memiliki tema, yaitu “Bersiap, Bergerak, Selamatkan-Relawan untuk Negeri.”
Pada kesempatan tersebut, Nurrohman Wijaya, Ph.D. hadir sebagai salah satu pembicara pada hari Sabtu (3 Mei 2025). Beliau menyampaikan materi terkait urgensinya kajian risiko bencana dan rencana penanggulangan bencana, khususnya di Kota Bandar Lampung. Secara umum, beliau menjelaskan bahwa rencana tata ruang kota yang baik perlu memperhatikan aspek kebencanaan. Salah satunya melalui kajian risiko bencana dan rencana penanggulangan bencana yang terintegrasi dengan rencana tata ruang perkotaan. Beberapa sub-topik yang dibahas diantaranya mengenai definisi risiko bencana, gambaran umum kebencanaan di Kota Bandar Lampung, kajian risiko bencana Kota Bandar Lampung, rencana penanggulangan bencana dan kaitannya dengan rencana tata ruang kota. Belaiu menguraikan bahwa tingkat risiko bencana dipengaruhi oleh tingkat bahaya, kerentanan, dan kapasitas yang dimiliki oleh suatu wilayah. Beliau juga menyinggung terkait karakteristik topografi Kota Bandar Lampung yang bervariasi, dari wilayah pantai, dataran landai, perbukitan, hingga dataran tinggi dan bergunung, akan memiliki jenis potensi bencana yang bervariasi pula. Misalnya, di wilayah pesisir, bencana yang seringkali terjadi berkaitan dengan gelombang ekstrim dan abrasi serta tsunami. Sedangkan, daerah dataran landai yang sebagian besar merupakan permukiman, seringkali terjadi banjir, cuaca ekstrim, dan kegagalan teknologi. Oleh karena itu, perlu untuk melakukan pemetaan tingkat risiko bencana secara spasial, khususnya di Kota Bandar Lampung, sehingga bisa diketahui jenis bencana dan lokasinya yang memiliki risiko tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu, beliau menyampaikan perlunya menentukan bencana prioritas yang perlu ditangani berdasarkan tingkat risiko dan kecenderungan kejadian bencana, sehingga bisa tersusun kebijakan dan upaya pengurangan risiko bencananya.
Para peserta yang hadir sebanyak 50 orang, terdiri dari mahasiswa dan komunitas penggiat alam terbuka di Lampung, sangat antusias menyimak materi dan berdiskusi dengan memberikan pertanyaan. Kegiatan pelatihan ini diharapkan dapat memberikan pengayaan dan peningkatan pengetahuan bagi para relawan, khususnya terkait topik risiko bencana dan upaya penanggulangan bencana perkotaan di Kota Bandar Lampung.
Dokumentasi: